Kata pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat taufik dan
hidayah-Nya sehingga paper ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan paper yang berjudul “Krisis Ekonomi dan Kebijakan Moneter di Indonesia “
ini, bertujuan untuk menganalisis perkembangan kebijakan moneter di Indonesia.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan paper
ini, itu dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Namun berkat bantuan dan
dorongan Ayah dan Bunda atas
doa dan dukungan moril juga, serta dosen
pembimbing yang telah membimbing dalam penyusunan paper ini. Juga pihak-pihak
lain yang telah ikut membantu baik secara moril maupun materil dalam penyusun
paper ini.
Penulis berharap dengan penulisan
paper ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca
umumnya serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan dan
meningkatkan prestasi di masa yang akan datang.
Padang, Desember
2010
Penulis
BAB I
1. Latar
belakang
Setelah
dilanda krisis ekonomi dan moneter yang berlangsung sejak 1997, proses pemulihan
ekonomi Indonesia terus berjalan menuju ke arah yang diharapkan Walaupun proses
pemulihan ekonomi masih relatif lambat jika dibandingkan dengan negara-negara
Asia lainnya yang terkena krisis, kinerja perekonomian makro telah menunjukka
kemajuan yang sangat berarti.
Kestabilan
makroekonomi yang telah dicapai ini bukanlah sesuatu yang diperoleh secara
cuma-cuma. Kestabilan makroekomi ini merupakan hasil dari sebuah upaya yang
konsisten yang dilakukan oleh Bank Indonesia bersama Pemerintah melalui
kebijakan moneter, perbankan, dan fiskal.
Di
bidang moneter, strategi kebijakan moneter untuk secara konsisten diarahkan
pada kestabilan harga melalui pencapaian target inflasi jangka panjang dengan
tetap memberikan ruang gerak pada pemulihan ekonomi jika inflasi bergerak pada
arah yang kondusif.
Di
bidang perbankan, restrukturisasi dan reformasi sektor perbankan terus
dilakukan untuk memperbaiki struktur neraca perbankan sekaligus memperkuat
infrastuktur menuju sistem perbankan yang tangguh yang ikut memberikan kontribusinya
dalam menciptakan stabilitas sistem keuangan.
Kestabilan
moneter dan makro ini juga didukung oleh keberhasilan pemerintah dalam
konsolidasi fiskal sehingga kesinambungan keuangan pemerintah dapat terjaga Kestabilan
moneter dan makroekonomi yang telah kita capai ini adalah sebuah kondisi yang
harus kita jaga keberadaannya.
Sulit
kita membayangkan pembangunan ekonomi dapat dilakukan tanpa adanya fondasi
kestabilan makroekonomi. Menciptakan stabilitas inilah yang menjadi tugas utama
Bank Indonesia, seperti yang dimandatkan dalam UU 23/1999.
2. Permasalahan
Sampai saat sekarang ini, telah banyak
kebijakan-kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia atau Bank
Indonesia untuk pengendalian perekonomian pasca krirsis perekonomian Indonesia
tahun 1997. Maka dari itu, bagaimanakah perkembangan kebijakan moneter di
Indonesia saat ini untuk membantu kestabilan kelancaran roda perekonomian
Indonesia.
3.
Tujuan Penulisan
Penulis
mencoba membahas tentang krisis ekonomi dan kebijakan moneter Bank Indonesia
serta strategi kebijakan moneter untuk mencapai tujuan tersebut. Yang bertujuan
untuk mengetahui bagaimanakah perkembangan kebijakan moneter di Indonesia saat
ini untuk membantu kestabilan kelancaran roda perekonomian Indonesia
4. Kegunaan
Penulisan
Penulis
mengharapkan supaya tulisan ini dapat di jadikan sebagai penambah ilmu bagi
pembaca. Pembaca dapat lebih mengetahui perkembangan kebijakan moneter di
Indonesia saat ini untuk membantu kestabilan kelancaran roda perekonomian
Indonesia.
BAB II
KAJIAN TEORI
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan
uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menahan inflasi,
mencapai pekerja penuh atau lebih
sejahtera. Kebijakan moneter dapat berupa standar bunga pinjaman, kapitalisasi untuk bank
atau bahkan bertindak sebagai peminjam
usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan
pemerintah lain.
Kebijakan moneter dilakukan
antara lain dengan mengatur suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar
valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang
apabila mengalami kesulitan likuiditas. Pengaturan jumlah uang yang beredar
pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang
beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1.
Kebijakan Moneter Ekspansif /
Monetary Expansive Policy Adalah suatu
kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang
yang edar
2.
Kebijakan Moneter Kontraktif /
Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi
jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money
policy)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan
instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1.
Operasi Pasar Terbuka (Open Market
Operation) Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar
dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities).
Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga
pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka
pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat
berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari
Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar
Uang.
2.
Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan
tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami
kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah
uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta
sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3.
Rasio Cadangan Wajib (Reserve
Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang
beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan
pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio
cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan
rasio.
4.
Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar
dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi.
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU
No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan
kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga
barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut,
sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi
sebagai sasaran utama kebijakan moneter dengan menganut sistem nilai tukar yang
mengambang . Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai
stabilitas harga dan sistem keuangan.
Dalam pelaksanaannya, Bank
Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan
sasaran-sasaran moneter seperti uang beredar atau suku bunga dengan tujuan
utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara
operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan
instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik
rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan
wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat
melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Kebijakan Moneter
Kondisi ekonomi negara
Indonesia pada masa orde baru sudah pernah memanas. Pada saat itu pemerintah
melakukan kebijakan moneter berupa contractionary monetary policy dan vice versa.
Kebijakan tersebut cukup efektif dalam menjaga stabilisasi ekonomi dan ongkos
yang harus dibayar relatif murah.
Kebijakan moneter yang
ditempuh saat ini berupa open market operation memerlukan ongkos yang mahal Kondisi
ini diperparah dengan adanya kendala yang lebih besar, yaitu pengaruh pasar
keuangan internasional
Peran
Bank Indonesia dalam konteks pengelolaan perekonomian secara makro lebih
difokuskan pada menjaga kestabilan harga. Sebagaimana tercantum dalam Undang
Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, tugas Bank Indonesia telah
mengalami perubahan yang sangat mendasar dalam hal pengelolaan moneter. Dalam
UU tersebut, terdapat perubahan paradigma mengenai tujuan kebijakan moneter
yang jauh lebih fokus dibandingkan dengan UU sebelumnya, yaitu “mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah”.
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam
perkembangannya, ternyata infrastruktur perekonomian di Indonesia belum mampu
menghadapi semakin cepatnya proses integrasi perekonomian Indonesia ke dalam
perekonomian global. Perangkat kelembagaan bagi bekerjanya ekonomi pasar yang
efisien ternyata belum tertata dengan baik. Sebagai akibatnya, ekonomi
Indonesia menjadi sangat rentan terhadap gejolak eksternal sebagaimana terjadi
pada pertengahan tahun 1997.
Sebagaimana
terbukti dari pengalaman negara-negara tetangga di Asia yang sejak pertengahan
tahun 1997 mengalami krisis ekonomi, kestabilan ekonomi makro ternyata tidak
dapat menjamin kinerja perekonomian yang baik secara berkesinambungan selama
masih terdapat kelemahan-kelemahan pada infrastruktur perekonomian .
Di
satu sisi, keterbukaan perekonomian dengan sistem devisa bebas dan berbagai langkah
deregulasi yang ditempuh pemerintah telah memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan
perekonomian domestik. Dalam beberapa tahun terakhir sebelum krisis, dinamisme
perekonomian Indonesia cukup tinggi dengan laju inflasi yang menurun dan surplus
neraca pembayaran yang cukup besar.
Perkembangan
makroekonomi yang baik tersebut telah memberikan keyakinan kepada investor,
baik dalam dan luar negeri atas prospek perekonomian Indonesia sehingga semakin
mendorong masuknya arus modal dan semakin memperdalam proses integrasi
perekonomian nasional ke dalam perekonomian internasional.
Akan
tetapi, dinamisme perekonomian yang tinggi tersebut tidak sepenuhnya disertai
dengan upaya untuk menata pengelolaan dunia usaha dan menciptakan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik, sebagaimana tercermin pada kurangnya
transparansi dan konsistensi pelaksanaan kebijakan.
Data perkembangan pertumbuhan ekonomi,
uang beredar, suku bunga dan kurs periode 1990-2008 yang di keluarkan BPS dan
Bank Indonesia tahun 2008 (Tabel.1) , dapat kita jadikan sebagai petunjuk
bagaimana perkembangan pertumbuhan perekonomian di Indonesia.
Tabel 1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Uang Beredar,
Suku Bunga dan Kurs Periode 1990 - 2008
Tahun
|
Produk Domestik Bruto
|
Pertumbuhan
|
Uang Beredar
|
Pertumbuhan
|
Suku Bunga (SBI)
|
Pertumbuhan
|
Kurs Tengah
|
Pertumbuhan
|
|
|
(%)
|
(Rp. Milyar)
|
(%)
|
(%)
|
(%)
|
(Rp/US$)
|
(%)
|
1990
|
949641,1
|
23819
|
15,98
|
1874,1
|
||||
1991
|
1018622,6
|
7,26
|
26341
|
10,59
|
19,49
|
21,96
|
1986,98
|
6,02
|
1992
|
1081248
|
6,15
|
28779
|
9,26
|
15,75
|
-19,19
|
2065,07
|
3,93
|
1993
|
1151490,2
|
6,5
|
36805
|
27,89
|
11,16
|
-29,14
|
2104,83
|
1,93
|
1994
|
1238312,3
|
7,54
|
45374
|
23,28
|
10,33
|
-7,44
|
2188,96
|
4
|
1995
|
1340101,6
|
8,22
|
52677
|
16,07
|
13,99
|
35,43
|
2286,01
|
4,43
|
1996
|
1444873,3
|
7,82
|
64089
|
21,66
|
12,8
|
-8,51
|
2355,27
|
3,03
|
1997
|
1512780,9
|
4,7
|
78343
|
22,24
|
20
|
56,25
|
4827,41
|
104,96
|
1998
|
1314202
|
-13,13
|
101197
|
29,17
|
35,52
|
77,6
|
7685,64
|
59,21
|
1999
|
1324599
|
0,79
|
124633
|
23,16
|
11,93
|
-66,41
|
7159,26
|
-6,85
|
2000
|
1389770,2
|
4,92
|
162186
|
30,13
|
14,53
|
21,79
|
9444,47
|
31,92
|
2001
|
1442984,6
|
3,83
|
177731
|
9,58
|
17,62
|
21,27
|
10269,42
|
8,73
|
2002
|
1504380,6
|
4,25
|
191939
|
7,99
|
12,93
|
-26,62
|
8906,81
|
-13,27
|
2003
|
1572199,3
|
4,51
|
233799
|
21,81
|
8,31
|
-35,73
|
8487,9
|
-4,7
|
2004
|
1660578,8
|
5,62
|
253818
|
8,56
|
7,43
|
-10,59
|
9223,17
|
8,66
|
2005
|
1750815,2
|
5,43
|
281905
|
11,07
|
11,98
|
61,24
|
9857,32
|
6,88
|
2006
|
1847292
|
5,51
|
361073
|
28,08
|
8,96
|
-25,21
|
9086,8
|
-7,82
|
2007
|
1963974,3
|
6,32
|
433424
|
20,04
|
7,19
|
-19,75
|
9333,6
|
2,72
|
2008
|
2082103,7
|
6,01
|
470905
|
8,65
|
10,75
|
49,51
|
11324,84
|
21,33
|
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, 2008
Dari
tahun 1990 hingga tahun 1996, pertumbuhan Produk Domestik bruto (PDB) Indonesia
mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak begitu besar perbedaannya. Sampai
lah pada tahun 1997 perekonomian Indonesia mengalami kemerosotan akibat kriris
yang berkepanjangan. Sehingga pada tahun 1998, pertumbuhan perekonomian Indonesia mengalami
turunan drastis yaitu sebesar -13,13 %. Dengan jumlah suku bunga yang jauh
melambung tinggi. Saat tahun 1996 suku bunga hanya bekisar 12,8 % lalu naik
pada tahun 1997 sebesar 20 %, dan memuncak pada tahun 1998 sebesar 35,52 %.
Pada saat itu pemerintah Indonesia
mengalami krisis yang amat pelik. Langkah kebijakan yang diambil selama krisis
ini terfokus kepada mengembalikan kestabilan makroekonomi dan membangun kembali
infrastruktur ekonomi, khususnya di sektor perbankan dan dunia usaha. Mengingat
kompleksnya masalah yang dihadapi, strategi umum dari program-program ekonomi
yang diterapkan di negara-negara yang mengalami krisis serupa bertumpu pada empat
bidang pokok:
a.
Di bidang moneter,
ditempuh kebijakan moneter ketat untuk
mengurangi
laju inflasi dan penurunan atau depresiasi nilai mata uang
lokal
secara berlebihan.
b.
Di bidang fiskal,
ditempuh kebijakan yang lebih terfokus kepada upaya
relokasi pengeluaran untuk
kegiatan-kegiatan tidak produktif kepada kegiatan-kegiatan yang diharapkan
dapat mengurangi social cost yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi. Salah satu
bentuknya adalah dengan program Jaring Pengaman Sosial. Di bidang pengelolaan (governance), ditempuh
kebijakan untuk memperbaiki kemampuan pengelolaan baik di sektor publik maupun
swasta. Termasuk di dalamnya upaya mengurangi intervensi pemerintah, monopoli,
dan kegiatan-kegiatan yang kurang produktif lainnya.
c.
Di bidang perbankan,
ditempuh kebijakan yang akan memperbaiki
kelemahankelemahan sistem perbankan
berupa program restrukturisasi perbankan yang bertujuan untuk mencapai dua hal,
yaitu: mengatasi dampak krisis dan menghindari terjadinya krisis serupa di masa
datang.
Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan
Moneter
Kestabilan
harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena tanpa
itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan terhambat.
Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika fokus utama kebijakan moneter
Bank Indonesia selama krisis ekonomi ini adalah mencapai dan memelihara kestabilan
harga dan nilai tukar rupiah.
Apalagi
Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara jelas menyebutkan
bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah yang di dalamnya mengandung pengertian kestabilan harga dan kestabilan
nilai tukar rupiah.
Untuk
mencapai tujuan di atas, Bank Indonesia hingga saat ini masih menerapkan kerangka
kebijakan moneter yang didasarkan pada pengendalian jumlah uang beredar. Di
dalam kerangka tersebut Bank Indonesia berupaya mengendalikan uang primer sebagai
sasaran operasional kebijakan moneter.
Dengan jumlah uang primer yang terkendali maka
perkembangan jumlah uang beredar, yaitu M1 dan M2, diharapkan juga ikut
terkendali. Selanjutnya, dengan jumlah uang beredar yang terkendali diharapkan permintaan
agregat akan barang dan jasa selalu bergerak dalam jumlah yang seimbang dengan
kemampuan produksi nasional sehingga harga-harga dan nilai tukar dapat bergerak
stabil.
Dengan
menggunakan kerangka kebijakan moneter seperti telah diuraikan di atas, Bank
Indonesia pada periode awal krisis ekonomi, terutama selama tahun 1998, menerapkan
kebijakan moneter ketat untuk mengembalikan stabilitas moneter. Kebijakan moneter
ketat tersebut tercermin pada pertumbuhan tahunan sasaran indikatif uang
beredar yang terus ditekan dari level tertinggi 30,13% pada tahun 2000 menjadi
9,58% pada tahun 2001. Kebijakan moneter ketat terpaksa dilakukan karena dalam
periode itu ekspektasi inflasi di tengah masyarakat sangat tinggi dan jumlah
uang beredar meningkat sangat pesat.
Di
tengah tingginya ekspektasi inflasi dan tingkat risiko memegang rupiah, upaya memperlambat
laju pertumbuhan uang beredar telah mendorong kenaikan suku bunga domestik
secara tajam. Suku bunga yang tinggi diperlukan agar masyarakat mau memegang
rupiah dan tidak membelanjakannya untuk hal-hal yang tidak mendesak serta tidak
menggunakannya untuk membeli valuta asing..
Suku
bunga SBI bulan yang selama ini menjadi patokan (benchmark) bagi
bank-bank terus menurun dari level tertinggi 35,52% pada tahun 1998 menjadi
7,43% pada akhir April 2004.
Penurunan
suku bunga SBI yang cukup tajam itu diikuti oleh suku bunga pasar uang antarbank
(PUAB) dan simpanan perbankan dengan laju penurunan yang hampir sama Suku bunga
kredit (kredit modal kerja) pun mengalami penurunan meskipun tidak secepat dan
sebesar penurunan suku bunga simpanan perbankan.
Penurunan
laju inflasi, penguatan nilai tukar rupiah, dan penurunan suku bunga membentuk
suatu lingkaran yang saling memperkuat sehingga membuka peluang bagi pemulihan
ekonomi.
Kebijakan
Moneter Bank Indonesia Pasca UU No. 23/99
Dari
sisi pengelolaan moneter, krisis ekonomi sesungguhnya telah melahirkan
suatu
pemikiran ulang bagi peran Bank Indonesia yang seharusnya dalam perekonomian, dan
sekaligus perannya dalam institusi kenegaraan di Republik ini. Pengalaman
tersebut telah memberikan suatu pelajaran yang sangat berharga bahwa bank
sentral dengan segala keterbatasan yang dimilikinya harus kembali kepada fungsi
utamanya sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap kestabilan nilai mata
uang yang dikeluarkannya. Dari pengalaman itu pula yang kemudian melahirkan
persetujuan DPR atas Undang Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
yang mengamanatkan suatu perubahan yang sangat mendasar dalam hal pengelolaan
moneter. Dalam UU tersebut, pemikiran ulang ini diformulasikan dalam suatu
tujuan kebijakan moneter yang jauh lebih fokus dibandingkan dengan UU sebelumnya,
yaitu “mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah”.
Pasal
7 dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia mengamanatkan tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah sebagai sasaran kebijakan moneter.
Bagi
masyarakat secara umum, kestabilan harga merupakan sesuatu yang sangat penting
khususnya bagi golongan masyarakat berpendapatan tetap. Inflasi yang tinggi seringkali
dikategorikan sebagai musuh masyarakat nomor satu karena dapat menggerogoti
daya beli dari pendapatan yang diperoleh masyarakat. Bagi kalangan dunia usaha,
inflasi yang tinggi akan sangat menyulitkan kalkulasi perencanaan bisnis dan dengan
demikian akan berdampak buruk bagi aktivitas perekonomian dalam jangka panjang.
Bagi banyak ekonom, telah terbentuk semacam kesepakatan bahwa inflasi yang tinggi
akan berdampak buruk bagi proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulannya,
pada tahun 1997 Indonesia mengalami kegoncangan perekonomian akibat kirisis
yang berkepanjangan. Dengan kebijakan moneter yang di ambil pemerintah atau
tepatnya Bank Indonesia yaitu dengan menekan lajunya uang beredar dan
menstabilkan suku bunga SBI perekonomian Indonesia semakin membaik.
Akibat
adanya pengalaman krisis moneter tersebut DPR membuat persetujuan yaitu Undang
Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang mengamanatkan suatu
perubahan yang sangat mendasar dalam hal pengelolaan moneter. Dalam UU
tersebut, pemikiran ulang ini diformulasikan dalam suatu tujuan kebijakan
moneter yang jauh lebih fokus dibandingkan dengan UU sebelumnya, yaitu
“mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah”.
DAFTAR PUSTAKA
www. Google.com
Ascarya . 2002. ”Inrumen-Inrumen Pengendalian Moneter”.
Jakarta : Bank Indonesia
Todaro,
Michael P dan Stephen C. Smith . 2004 . “Pembangunan
ekonomi di Dunia Ketiga . Edisi
Kedelapan ”. Jakarta : Erlangga
Mankiw,
N.Gregory . “ Teori Makroekonomi . Edisi
Kelima “ . Jakarta : Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar